Sepulang dinas luar kota, seperti biasa aku naik bus membelah kota berlawanan dengan padatnya arus kendaraan, orang – orang berangkat kerja, satu sisi lengang – sisi kananku macet total dualisme kota besar, setengah ngantuk kuteringat penumpang kereta yang sedang kasak – kusuk kemudian menyelipkan sesuatu di saku baju salah seorang kondiktur,
“nyemplo” bisik sinis penumpang yang duduk disampingku membuatku
ngga bisa tidur, akhirnya menghibur diri nonton berita malam di teve kereta api, ada menteri dinobatkan sebagai orang terkaya di Indonesia, ada bencana alam yang korbanya tak tertangani, ada pajabat mangkir dari tanggungjawabnya sesekali diselingi iklan mobil mewah yang telah laku ribuan unit dan iklan obat pelangsing tumbuh, kembali ke berita ada anak mati kelaparan, banyak anak terkena gizi buruk, tak mampu beli pupuk gagal panen petani ngamuk.
Ngga terasa hari sudah pagi sampai di stasiun ada yang menawarkan taxi tanpa cargo alias borongan dan tanpa AC karena pak sopir ngantuk
ngga boleh terkena AC, tetapi bukan oleh sebab itu kuputuskan naik bus kota ini saja. Di pinggiran salah satu terminal bus dalam kota kupindah naik metromini yang sudah
ngga laik tetapi tetap dipaksakan jalan, goyang - goyang, gemetaran dan geleng - geleng jadinya, namun masih mampu
ngisi bahan bakar di pompa bensin yang berasal dari Negeri Jiran. Berhenti di pertigaan, ditengah jalan kuditurunkan di iringi teriakan “kaki kiri…kiri..kiri…!” suara kas Tapanuli Utara.
Di tepi jalan sejenak mengamati seorang anak muda mendorong motor bebeknya dengan rambut samping kanan-kiri cepak sedang bagian tengah, rambutnya dibentuk merip Cula Badak Banten dengan segala ukuran, seorang gadis dengan pakaian yang sedang
ngetrend tank – top warna merah - kuning - hijau dengan gambar daun ganja, celana
pensil mete – mete tinggal
melorotnya, mengikuti disamping belakang, kepalanya menunduk, wajah tetrtutup rambut berwarna merah jambu, semakin dekat semakin menyita perhatianku. saat berjalanan tepat di depanku, dengan sedikit iseng kutanya
“kenapa dik, motornya rusak ya?, dijawab dengan sambil lalu
“ngga kok, habis bensinnya” “ di depan ada pom bensin, dekat situ” sahutku sambil mengikuti langkah mereka, langkah mereka terhenti lalu menenggokku dengan mata melotot dan nada suara tinggi dia jawab
“ masalahnya gue ngga punya uang..”. sampai rumah
ngga sempet mandi
ngga sempet lagi mikir langsung merebahkan tumbuh ke ranjang, walau masih
sempet terdengar dari luar rumah beberapa tangga berdebat tentang banyaknya mantan pejabat yang berambisi menjadi persiden, lalu.... perlahan – lahan kukehilangan kesadaranku…
gambar pinjam tanpa ijin dari
sini